Pemerintah harus muluskan jalan swasta membangun Indonesia

08/11/2016

Tidak berkategori

Bicara tentang pembangunan infrastruktur, terutama proyek-proyek infrastruktur pemerintahan Joko Widodo, peran swasta sangat besar. Angka total dana investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 5.500 Trilliun. Sementara kesiapan dana pemerintah Rp1.500T, sisanya dibiayai dari investor swasta murni, maupun skema kerjasama Pemerintah-Swasta (Public-Private Partnership atau PPP). 
 
“Perpindahan ini bukan hanya berarti perpindahan sumber dana, tapi juga paradigma. Supaya kemitraan Pemerintah dengan Swasta ini bisa menjadi motor penggerak yang bekerja optimal, pemerintah harus memuluskan jalan swasta untuk membantu pemerintah. Hal utama yang harus diperjelas dulu adalah peran masing-masing pihak. Siapa yang berperan sebagai regulator dan siapa yang sebagai operator”, ujar Heru Dewanto, President Director Cirebon Power dalam diskusi ASEAN G2B Infrastructure Investment Forum di Hotel Shangri-La, Jakarta, hari ini. 
 
Heru menambahkan, bahwa pemerintah dan swasta memiliki obyektif masing-masing. Pemerintah sudah seharusnya hanya memiliki satu obyektif yaitu ekonomi, tapi dari perspektif rakyat. Bagaimana rasio elektrifikasi bisa memenuhi kebutuhan rakyat; bagaimana lapangan kerja bisa tercipta, bagaimana kesejahteraan rakyat bisa lebih baik, dan bagaimana peningkatan kapasitas industri dapat dilakukan. Sementara di sisi lain, swasta memiliki tujuan bisnis. Tak semata-mata mencari keuntungan, namun juga bagaimana dari proses bisnis ini, dapat membuat Indonesia lebih baik. Penciptaan lapangan kerja, perbaikan kapasitas dan kompetensi, serta mengembangkan inovasi untuk mendukung tujuan kesejahteraan ini.
 
Namun selain kemitraan Pemerintah-Swasta, hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana kemitraan terjalin antar anggota konsorsium. Ada 5 kapabilitas yang harus dimiliki masing masing anggota konsorsium di sektor ketenagalistrikan sehingga bisa saling melengkapi. Pertama, Kemampuan Operasional; Kedua Kemampuan Pendanaan; Pengelolaan bahan bakar; Pengelolaan pemangku kepentingan; dan yang terakhir adalah Kemampuan Penguasaan Teknologi.
 
“Selanjutnya kemitraan yang baik harus dibangun antara pengembang, perbankan, kontraktor dan industri dalam sebuah sinergi bersama yang ujungnya adalah, semua skema kemitraan ini, harus memenuhi satu tujuan: yakni bagaimana semua upaya pembangunan melalui mega proyek ini bisa membuat Indonesia lebih baik. Jangan sampai, pasca 35GW tidak ada satupun pemain lokal yang menonjol, apakah itu IPP atau EPC atau insinyur-insinyur handal bangsa ini untuk meneruskan pembangunan ke depan.”, Tukas Heru.(***)