HIPMI: UU jasa konstruksi dorong pertumbuhan ekonomi nasional

27/04/2016

Tidak berkategori

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi UU. Sebab, pengesahan UU ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"RUU ini mendesak untuk disahkan, sebab RUU ini yang memberi jaminan pertumbuhan ekonomi yang dalam dua tahun terakhir ini cenderung menurun tiap tahun," ujar Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (27/4).

Bahlil menjelaskan pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini kurang memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah serapan anggaran tidak optimal. Rendahnya serapat tersebut, kata dia, karena minat para pelaku usaha kontraktor untuk mengikuti tender. Ditambah lagi, pemerintah daerah tidak cukup berani menggelar tender lebih cepat. Menurut dia, keduanya disebabkan oleh semaraknya kasus kriminalisasi kepada pelaku usaha kontraktor dan pemerintah daerah.

"Dua-duanya takut dikriminalisasi," kata dia.

Untuk itu, RUU Jasa Konstruksi mendesak untuk segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Dengan UU JK ini, para pelaku usaha konstruksi di daerah memperoleh proteksi payung hukum yang kuat dalam melaksanakan kegiatan konstruksi dari proyek-proyek pemerintah.

Bahlil menambahkan UU ini dapat menghilangkan kriminalisasi di daerah-daerah. Contohnya, industri media dan penerbangan saat ini dapat tumbuh pesat sebab memiliki UU sendiri dan mendapat proteksi secara hukum dalam kegiatan industrinya.

"Di industri media, ada Dewan Pers dan penerbangan ada Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Kalau ada masalah dalam industri ini, tidak sampai dikriminalisasi begitu saja. Ada mekanisme internalnya yang selesaikan," jelas dia.

Bahlil menegaskan berbagai komoditas ekspor unggulan sedang melemah, terjadi pelemahan ekspor bahan mentah (implementasi UU Minerba), serta tidak menentunya harga komoditas seperti CPO (crude palm oil) di pasar dunia. Hal ini membuat perekonomian tidak cukup solid untuk tumbuh lebih atraktif. Sebab itu, pemerintah perlu menggenjot serapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih cepat.

Bahlil mengatakan pelemahan serapan anggaran salah satunya di sektor konstruksi. Menurut dia, belajar dari tahun sebelumnya serapan anggaran berjalan sangat lamban.

Hingga 31 Juli 2015, penyerapan belanja Kementerian dan lembagai baru mencapai Rp 261 triliun atau 32,8 persen dari total APBN-P 2015 sebanyak Rp 795,5 triliiun. Dari 15 Kementerian yang punya pagu anggaran terbesar sesuai APBN-P 2015, beberapa di antaranya penyerapan anggaran masih di bawah 25 persen. Padahal saat itu sudah pertengahan tahun.

"Jangan sampai kondisi ini terulang lagi," tegas Bahlil.

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Dari catatan HIPMI Research Center menunjukkan, realisasi anggaran tahun lalu sebesar 90,5 persen dari pagu anggaran sebesar hampir Rp 2.000 triliun atau hanya sebesar Rp 1.794,60 triliun. Realisasi tersebut lebih besar secara prosentase dari pagu anggaran yakni sebesar 94,68 persen.