Diperlukan Infrastruktur Tangguh untuk Kurangi Risiko Bencana di Indonesia

25/09/2017

Tidak berkategori

Gyeongju - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa kerjasama internasional sangat diperlukan dalam membangun ketangguhan negara dalam menghadapi bencana terkait air dan perubahan iklim. Hal ini penting karena kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan luar biasa baik jiwa, materi dan lingkungan. Demikian disampaikannya saat memberikan sambutan dalam 10th High Level Experts and Leaders Panel on Water and Disasters (HELP) Meeting, di Gyeounju, Korea Selatan, 21 September 2017.  

“Melalui pertemuan HELP ini, para ahli dari berbagai negara menyampaikan pembelajaran dari kesuksesan maupun kegagalan dalam penanganan bencana. Tidak hanya berhenti disitu, kami mendorong rencana aksi yang bisa digunakan negara-negara lainnya untuk membangun ketangguhan bencana. Terlebih untuk menjamin pembangunan berkelanjutan dan pencegahan semakin bertambahnya kemiskinan akibat bencana” katanya.  

Menurut Menteri Basuki, langkah preventif harus dikedepankan dibandingkan aspek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Pertemuan ini menekankan pentingnya pengurangan risiko sebelum terjadinya bencana, bukan setelah bencana terjadi. 

Kementerian PUPR sendiri mendapat mandat untuk membangun infrastruktur untuk mengurangi risiko bencana terkait air dan perubahan iklim. Disamping itu secara umum, seluruh infrastuktur yang dibangun Kementerian PUPR diupayakan menjadi infrastruktur tangguh.  

"Kita tidak ingin menyaksikan hilangnya nyawa manusia berikut asset sosial-ekonomi masyarakat, termasuk infrastruktur yang susah payah kita bangun, hancur karena kita kurang memperhatikan aspek kebencanaan," ujar Menteri Basuki.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Prof. Kuntoro Mangkusubroto yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Dihadapan forum HELP, Menteri Basuki menyampikan bahwa pengalaman Indonesia dalam melaksanakan penanganan dan koordinasi antar sektor tidak mudah, namun berhasil diselesaikan dengan baik.

Dalam tingkatan global, kemampuan setiap negara berbeda dalam menghadapi bencana. Beberapa negara dapat mengantisipasi bencana dan melakukan rekonstruksi pasca bencana lebih cepat dan lebih baik, namun tidak mungkin membiarkan suatu negara menghadapi bencana sendiri sehingga diperlukan kerjasama dalam penanggulangan bencana. 

Dalam tingkatan komunitas, dari pengalaman di Indonesia, masyarakat miskin merupakan kelompok yang paling rentan menerima dampak bencana. Hal ini menjadikannya sebagai target utama membangun ketahanan terhadap bencana. 

Tidak hanya masyarakat, manajemen bencana juga menjadi tanggung jawab para akademisi perguruan tinggi dan sektor swasta. Beberapa universitas terkemuka seperti Universitas Gajah Mada dan ITB telah terlibat aktif dalam pengurangan resiko bencana. Para stakeholder di Indonesia harus memperkuat kerjasama dalam merumuskan regulasi dan langkah operasionalnya, termasuk skema pendanaan yang efektif.  

Dalam tahun-tahun mendatang, investasi diperlukan lebih banyak oleh pemerintah dan swasta dalam membangun infrastruktur, gedung sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan, sarana air bersih dan sanitasi, energi, transportasi dan perumahan. Hal ini menjadi keniscayaan karena populasi global akan mencapai 9 milyar penduduk pada tahun 2050. 

Disamping air dan perubahan iklim, tambah Menteri Basuki, pangan, energi, urbanisasi menjadi tantangan berat bagi Indonesia dan global yang apabila tidak bisa dikelola dengan baik akan berubah menjadi bencana.  

Sementara dalam forum tersebut Menteri Basuki didampingi oleh Dirjen Sumber Daya Air Imam Santoso, Kepala Balitbang Danis H. Sumadilaga, Staf Khusus Kementerian PUPR Firdaus Ali, Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmawidjaja dan Kepala Balai Wilayah Sungai Batam Ismail Widadi.

Pada hari yang sama, Menteri Basuki juga menyaksikan penandatangan kerjasama antara Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) dengan The Society of Korean Smart Water Grid. 

Indonesia Menjadi Tuan Rumah AIWW ke-2

Sementara itu forum 1st Asia International Water Week (AIWW) 2017 resmi ditutup pada 22 September 2017 kemarin. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan "Selama 3  hari pertemuan ini, telah banyak dilakukan pertukaran pengalaman antar institusi dan antar negara peserta untuk mencari solusi mengatasi tantangan pengelolaan air dan bencana," jelasnya. 

Pada acara penutupan forum AIWW tersebut,  Indonesia juga menerima secara simbolis panji tuan rumah 2nd AIWW yang akan digelar di Jakarta pada tahun 2020 mendatang. Sebelumnya pada tanggal 21 September 2017 telah ditandatangani Nota Kesepahamanan (MoU) antara Menteri PUPR dengan President of Asia Water Council (AWC) Hak Sok Lee terkait penyelenggaraan AIWW) ke-2 di Indonesia. 

Forum ini memiliki arti strategis karena menegaskan peran Indonesia yang penting sebagai salah satu motor utama dalam penguatan kerjasama global dalam pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana.

Sumber: pu.go.id