Penerapan Konstruksi Sarang Laba-Laba Bisa Tunjuk Langsung

06/06/2017

Tidak berkategori

Jakarta - Ahli Pengadaan Barang dan Jasa, Tri Winarno meminta kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk tidak perlu khawatir melakukan penunjukkan langsung terhadap penggunaan konstruksi sarang laba-laba. Terutama, apabila daerah tersebut memang kerap dilanda gempa.

"Kalau produk tersebut dibuat di dalam negeri dan sudah mengantongi hasil uji kelayakan teknis, serta ekonomis, maka tidak perlu ragu untuk melakukan penunjukkan langsung apalagi memang dibutuhkan," kata Tri yang juga pernah menjabat Ketua Unit Layanan Pengadaan di BPKP, seperti dikutip dari keterangannya, Selasa 6 Juni 2017.

Menurut Tri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah menggunakan konstruksi sarang laba-laba melalui penunjukkan langsung. Sebab, penyedia jasa dapat memperlihatkan produk ini merupakan karya anak negeri, efektif, dan efisien untuk diaplikasikan di daerah rawan gempa.

Dia menambahkan, sesuai kebijakan pemerintah untuk memberikan prioritas kepada produk karya bangsa sendiri, termasuk produk konstruksi, maka penunjukkan langsung dapat dilaksanakan sesuai pasal 38 Perpres 54 tahun 2010 yang menjelaskan "produk dalam negeri tetap menjadi prioritas dalam pembangunan".

"Yang penting, tidak melanggar peraturan dan tidak mengakibatkan kerugian negara, maka pengadaan produk-produk dalam negeri, termasuk produk paten sangat dimungkinkan," kata dia.

Tri mencontohkan, konstruksi yang hak patennya dimiliki PT Katama ini telah diterapkan dalam pembangunan gedung BPKP Sulawesi Barat, gedung BPKP Gorontalo, dan BPKP NTB.

Dia melanjutkan, tim pengadaan harus berpegang pada Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Hal itu mutlak diperlukan, agar tidak menimbulkan kerugian negara, sehingga pekerjaan sarana dan prasarana harus dipastikan volumenya sudah sesuai dengan gambar, atau kontrak.

“Dalam proses pengadaan sarana dan prasarana, ada dua hal yang harus dipegang, yakni kompetensi teknis penyedia dan legalitas,” ujarnya.

Dalam pelaksanaannya, kata Tri, tim pengadaan harus berpegang kepada spesifikasi teknis dan harga. Setelah itu, barulah mengundang kepada para peserta sesuai kualifikasi untuk mengikuti proses negosiasi teknis dan harga.

"Kemudian, dalam menetapkan HPS (harga perkiraan sendiri) harus ada data pembanding, pejabat pembuat komitmen (pelaksana lelang) dapat membentuk tim teknis untuk melakukan survei harga," tambahnya.

Penunjukkan langsung dimungkinkan, ujar Tri, kalau vendornya memang satu dan dipastikan harga lebih murah. Sebagai contoh dalam bidang konstruksi, penggunaan konstruksi sarang laba-laba yang dinilai lebih efisien dan efektif untuk daerah rawan gempa sangat terbuka dipilih melalui penunjukan langsung sesuai Pasal 38 Perpres 54 tahun 2010.

Menurut Tri, yang sekarang menjabat Koordinator Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat Perwakilan BPKP Prov. Papua, dalam pengadaan barang dan jasa itu tim pengadaan harus berpegang pada prinsip 3E, yaitu ekonomis, efisien, dan efektif.

“Jika memang penunjukkan langsung dirasakan lebih 3E, hal itu bisa dilaksanakan sepanjang memenuhi Pasal 38 Perpres 54 tahun 2010,” ujarnya.

Tri menyatakan, sebagian besar temuan terjadi, karena saat dilakukan pemeriksaan ada kekurangan volume (as buid drawing tidak sesuai dengan fisik lapangan). Atau, temuan bisa juga disebabkan perubahan-perubahan selama proses pekerjaan yang tidak didukung back up data perhitungan volume. (asp)