Pemerintah Terus Sosialisasikan Manfaat dan Keuntungan Uang Elektronik di Jalan Tol

27/09/2017

Tidak berkategori

Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pastikan mulai 31 Oktober 2017, pembayaran jalan tol akan berlaku sistem pembayaran elektronik yang dinilai dapat menurunkan potensi macet di gerbang tol. Demikian disampaikan Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Koentcahjo dalam Dialog Ruang Publik di TVRI, Senin (25/9). Turut menjadi narasumber dalam dialog tersebut Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi Bank Indonesia (BI) Aribowo.

“Untuk mencapai pembayaran tol terbuka pada 31 Oktober 2017, pemerintah terus mensosialisasikan manfaat dan keuntungan menggunakan pembayaran elektronik. Seperti antrean lebih pendek, waktu lebih cepat, tidak perlu mengeluarkan uang, dan bisa di top up. Kami juga akan memberikan insentif kepada pengguna kartu elektronik seperti mendapat diskon atau menurunkan biaya transaksinya. “ kata Koentcahjo.

BJPT telah melakukan analisis berbagai upaya untuk mengurangi kemacetan. Sebagai ilustrasi, satu ruas jalan tol per hari dilewati 120.000 kendaraan. Transaksi cash per kendaraan saat pembayaran tol memerlukan waktu hingga 12 detik, termasuk 7 detik untuk kembalian. Jika dengan sistem terbuka atau cashless, waktu yang diperlukan hanya 3 detik.

Menurut Koentcahjo, kerjasama pembayaran tol menggunakan elektronik sudah dilakukan sejak 2008 setelah lelang antara Bank Mandiri dengan PT Jasa Marga Tbk. Untuk tol lain operator menyediakan infrastruktur pembayaran elektronik.

 “Kita sambil sosialisasi kita agak memaksa. Kita direct sale. Ketika pengguna kendaraan masuk, ada petugas yang menjual uang elektronik dan ternyata itu cukup efektif,” ujarnya.

Terkait isu PHK tenaga kerja, Koentcahjo mengungkapkan bahwa  dalam pembangunan tol di Sumatera dan beberapa daerah akan mengalami tahapan, ada yang cashless dan ada yang masih memerlukan tenaga manusia. Hal lain yang dilakukan jika sudah berlaku pembayaran elektronik adalah peningkatan kapasitas tenaga kerja untuk kebutuhan pengolahan dan entery data.

Sementara itu Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi BI, Aribowo menyampaikan bahwa saat ini tarif top up uang elektronik bervariasi hingga Rp6.500 per transaksi. Untuk itu Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan pengenaan ‎biaya pengisian ulang uang elektronik dengan tujuan menyelaraskan tarif yang dikenakan disetiap tempat dan memperbanyak infrastruktur pengisian ulang uang elektronik.

“Kebijakan biaya pengisian uang elektronik kita arahkan pada kepastian kepada masyarakat.  Kami membagi dua sistem top up, yakni On Us dan Off Us,” ujar Aribowo.

Menurut Ari, On Us adalah pengisian ulang uang elektronik pada fasilitas bank yang mengeluarkan uang elektronik. Sebagai contoh, e-money dikeluarkan oleh Bank Mandiri. Maka jika transaksi top up dilakukan di atm atau infrastruktur perbankan Bank Mandiri maka bisa tidak dikenakan biaya atau maksimal dikenakan biaya Rp750. Sedangkan Off Us adalah transaksi top up yang dilakukan di selain fasilitas dari bank yang mengeluarkan uang elektronik. Contoh, konsumen mengisi ulang uang elektronik e-money di atm bank lain atau toko swalayan. Untuk itu konsumen bisa dikenakan biaya administasi maksiman Rp1.500.

“Total ada 10 bank penerbit uang elektronik. Uang elekrtonik dan fasilitas top upnya merupakan kecepatan layanan dari perbankan. Dalam aturan yang baru, perbankan boleh tidak menenakan biaya top up. Kebijakan tersebut diserahkan kepada masing-masing bank,” tambahnya.

Dalam implementasi pembayaran terbuka, BI akan mengawasi dan melakukan evaluasi terhadap ruang kompetisi dan cost recovery masing-masing bank. Bank juga tidak boleh mencapai keuntungan tinggi dalam sistem ini. Pelayanan lain yang perbankan berikan adalah penyediaan infrastruktur uang elektronik seperti kartu dan mesin atm, pemeliharaan dan kesiapan jika mesin reader di gerbang pembyaaran tol mengalami kerusakan. Antisipasi jika mesin eror, untuk operator di setiap gardu tol akan disiapkan  top up dan penjualan.

Sumber: pu.go.id